Zonaikn.com, Jakarta – Di tengah derasnya arus informasi dan kompleksitas persoalan bangsa, Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Katolik (PP ISKA) tak tinggal diam. Sejumlah pengurus aktif dan para mantan ketua umum PP ISKA menggelar pertemuan dialog informal bertajuk SERSAN (Serius Tapi Santai), yang berlangsung di Ruang Y.205, Gedung Yustinus, Universitas Atma Jaya, Jakarta. Forum ini menjadi ajang diskusi terbuka menyangkut isu-isu nasional dan internasional, sekaligus sebagai sarana konsolidasi internal. Sabtu (28/06/2025)
Pertemuan yang penuh keakraban itu dipandu oleh Sekretaris Jenderal PP ISKA, Dr. Ch. Arie Sulistiono. Dialog mengalir tanpa batasan tema, membahas mulai dari kondisi politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan-keamanan, hingga konflik internasional seperti ketegangan antara Israel dan Iran. Lebih dari sekadar forum diskusi, SERSAN dimaknai sebagai momen refleksi bersama untuk merumuskan sikap dan kontribusi ISKA dalam kehidupan kebangsaan dan kegerejaan.
Ketua Umum PP ISKA, Ir. Luky A. Yusgiantoro, menyampaikan pentingnya menyamakan visi dan persepsi organisasi dalam menyikapi realitas di lapangan. Menurutnya, ISKA masih memiliki ruang besar untuk terlibat aktif melalui berbagai jalur strategis.
“ISKA harus tetap produktif dan berkontribusi bagi gereja dan tanah air. Jangan sampai terperangkap hoaks yang merusak persatuan bangsa,” tegasnya. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi, optimalisasi jaringan, dan kaderisasi sebagai modal gerakan.
Isu kaderisasi juga menjadi perhatian utama dalam dialog. Wakil Sekretaris Jenderal PP ISKA, R. Wahyu Handoko, mengingatkan perlunya komitmen bersama dalam melakukan mentoring dan monitoring kader. Ia menyoroti pentingnya kesinambungan pertemuan kader Katolik serta akses konkret bagi kader terbaik untuk menembus institusi strategis.
“Jangan biarkan mereka berjuang sendirian. ISKA harus hadir sebagai rumah yang memayungi mereka,” ujar Wahyu.
Di sisi lain, muncul keprihatinan bahwa suara organisasi selama ini seakan hanya berasal dari Ketua Umum dan Sekjen. Padahal, dalam semangat kolektif kolegial, semua anggota presidium dan kepala departemen seharusnya turut aktif bersuara. Dalam konteks ini, dialog mendorong agar ISKA tampil sebagai pemikir publik yang menyuarakan keadilan sosial, persatuan nasional, dan penghormatan terhadap martabat manusia. Sikap kritis harus disampaikan berbasis data dan fakta, tanpa menyerang pribadi, melainkan mengoreksi kebijakan secara elegan dan tegas.
Topik lain yang mengemuka adalah ekonomi kerakyatan. Jakobus Muda, Koordinator Wilayah ISKA Bali dan Nusa Tenggara, memaparkan proposal proyek pemberdayaan petani kopi di Manggarai Barat, NTT. Proyek ini melibatkan 15 kelompok tani dan 30 petani kopi, serta akan berdampak pada ratusan warga.
“Ini bentuk nyata ISKA di daerah, tidak hanya berdiskusi, tapi turun tangan langsung sebagai motivator dan fasilitator perubahan,” ungkap Jakobus. Proyek ini langsung mendapat dukungan dari para senior ISKA.
Tak hanya nasional, ISKA juga berkiprah di kancah internasional. Drs. Prasetyo Nurharjanto, MM, menyampaikan bahwa ISKA sebagai anggota ICMICA (Gerakan Cendekiawan Katolik Internasional) akan kembali mengikuti pertemuan global yang menyoroti pentingnya penghormatan terhadap nilai dan martabat manusia. Ia menyebut bahwa perdamaian dunia harus terus diperjuangkan karena ‘kita semua hidup di bawah langit yang sama’
ISKA juga menyoroti isu pendidikan dan kualitas SDM. Dalam waktu dekat, organisasi ini berencana membangun dialog dengan kementerian terkait guna membahas berbagai tantangan pendidikan di Indonesia. Tujuannya tak lain untuk mendorong solusi nyata melalui kemitraan strategis lintas sektor.
Di akhir pertemuan, Dr. Arie Sulistiono mengumumkan rencana penerbitan empat buku oleh PP ISKA yang mencakup hasil diskusi dan kuliah umum di Jakarta dan Yogyakarta, serta gagasan dalam forum RAPIMNAS. Topik-topik strategis seperti AI dan ajaran Gereja, ketahanan energi, hingga pengembangan kopi akan menjadi bahan diskusi mendatang.
“Kita akan lanjutkan dialog ini dalam episode SERSAN berikutnya,” pungkasnya.
Dialog SERSAN kemudian ditutup dengan makan siang, ramah tamah, dan sesi foto bersama. Di tengah santai dan kehangatan, semangat Pro Ecclesia Et Patria, Pro Patria Et Humanitate kembali digaungkan sebagai pengingat bahwa perjuangan intelektual dan spiritual para sarjana Katolik tetap relevan untuk zaman ini.